PERINGATI HARI TUBERCOLOSIS, KUMIS TEBAL MENJADI BIANG KEROK

Baca Juga

Walikota Mojokerto Ika Puspitasari dan Wakil Walikota Ahmad Rizal Zakaria



Hari Tubercolosis Sedunia jatuh pada 24 Maret 2019. Pada umumnya angka penderita Tuberculosis (TBC) di Indonesia masih tinggi, Indonesia ditarget 2030 bebas TBC. Sementara di Kota Mojokerto Jawa Timur ditemukan 75 kasus. Hal itu diungkapkan oleh Walikota Mojokerto Ika Puspitasari disela-sela acara Peringatan Hari Tubercolosis di Pendopo Graha Wijaya Pemkot Mojokerto, Senin 18 Maret 2019.

TBC banyak di temukan dikawasan kumuh, miskin, terbelakangan ( Kumis tebal ), untuk mengatasi serta mengantisipasinya, Walikota Ika Puspitasari menargetkan akhir 2019 Kota Mojokerto bebas kumis tebal. Di Kota Mojokerto hari ini mengadakan screening untuk semua pegawai serta masyarakat dewasa dan anak-anak.

Christiana Indah Wahyu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Mojokerto mengatakan, penanganan TBC memang masuk skala prioritas dan harus ditangani mulai dari akar permasalahannya. Salah satu penyebabnya adalah cakupan imunisasi TBC yang kurang pada anak.

Kata Indah, selain imunisasi juga karena lingkungan padat penduduk yang kumuh serta perilaku penderita tbc yang tidak taat minum obat. “Semua permasalahannya sudah kita temukan, dan kita akan menanggulanginya secara komprehensif dengan menyusun rencana aksi daerah, bentuknya nanti bisa perwali,” ungkapnya.

Screening di Kota Mojokerto dilakukan di Pemkot Mojokerto, TB Care Aisyiyah, SDN Mentikan, Pondok Pesantren Bancang, serta di sekolah-sekolah.

Setiap tahunnya tren temuan kasus TBC positif di Kota Mojokerto mengalami kenaikan.

Data yang dihimpun  dari Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, jumlah  kasus TBC tahun 2016 mencapai 216 kasus, sedangkan tahun 2017 mencapai 277 kasus dan pada tahun 2018 mencapai 186 kasus. Di tahun 2019 tiga bulan berjalan ditemukan 75 kasus.

Menyikapi hal ini, TB Care Aisyiyah Kota Mojokerto yang konsen pada penanggulanan TBC meminta agar Pemkot Mojokerto segera menerbitkan regulasi untuk penanggulangan TBC, agar penyabarannya bisa dicegah dan pasien yang sudah positif bisa diobati.

“Kita sudah koordinasi dengan Dinas Kesehatan terkait kerawanan penyebaran TBC di Kota Mojokerto, kita juga sudah sudah mendorong agar segera dibuatkan regulasi dalam bertuk peraturan walikota (perwali) terkait penanggulangan TBC,” ungkap Tatik Lutfiati, Kepala SSR TB Aisyiyah Kota Mojokerto.

Tatik juga mengatakan, SSR TB Aisyiyah yang disupport oleh Global Fund (GF) sudah melakukan berbagai langkah untuk mendukung penerbitan perwali ini, termasuk melakukan kajian akademik yang melibatkan Tim Peneliti dari UGM dan UI. “Hasil kajian ini sudah kita sampaikan ke Dinkes, Bagian Hukum, Bappeko dan DPRD,” tambahnya.

Tatik Lutfiati, Kepala SSR TB Aisyiyah Kota Mojokerto mengatakan, satu pasien TB berpotensi menularkan beberapa orang lainnya, kalau tidak ditangani serius dikhawatirkan akan semakin menyebar.

“TB di Jawa timur menduduki peringkat kedua di Indonesia  setelah Jawa Barat. TB anak juga mencapai angka proporsi  tertinggi di Jawa timur, yaitu 20 %  dari semua kasus TB, artinya masih banyak penderita TB dewasa disekitar TB anak yang harus ditemukan dan ditangani serta diobati sampai sembuh,” ungkapnya.

Tatik berharap, masalah ini harus segera ditanggulangi bersama sama seluruh elemen masyarakat dengan cara aktif, pasif dan masif dg gerakan TOSS TB ( temukan TBC,Obati Sampai Sembuh).

Tatik juga mengatakan, di antara yang menjadi penyebab penyebaran TB di Kota Mojokerto karena sebagian besar penderita TBC yang tinggal di lingkungan kumistebal (kumuh,miskin,terbelakang), mereka masih belum terbiasa berperilaku hidup bersih dan sehat. Namun meski suspect TB masih banyak yang enggan diperiksa.

“Banyak penderita TB ditemukan di lingkungan kumistebal, kalau mereka tidak terdeteksi justru bisa menularkan ke keluarga dan lingkungannya. jadi perlu dukungan dari masyarakat serta pemerintah. Tidak cukup hanya dinkes tapi juga instansi lainnya yang menaungi masalah kebersihan lingkungan dan pemukiman,” tambahnya.

Masih Kata Tatik, di Kota Mojokerto sebenarnya sudah ada beberapa tim peduli TB yang dibina oleh Puskesmas namun masih belum banyak menjangkau secara maksimal dan bergerak secara Optimal karena keterbatasan SDM .Tim ini beranggotakan masyarakat, toga tomas, pasien dan mantan pasien TB, Kader TB dan kader motivator .

“Kami, SSR TB Care  Aisyiyah mulai membangun jejaring dengan tim kecil binaan  puskesmas ini, seperti Paguyuban Gema Pitu yang dibentuk Puskesmas Gedongan dan paguyuban masyarakat peduli TB yang dibentuk Puskesmas Mentikan dan Kedundung,” ujar Tatik.

Sementara untuk penguatan organisasi, Community TB Care Aisyiyah Kota Mojokerto juga menggelar pelatihan Capacity Building of CSO Advocacy Skill and Fundrising selama tiga hari. Pelatihan ini bertujuan untuk penguatan tim dalam penjangkaun pasien TB juga melakukan advokasi dalam membantu pemerintah dalam penanggulangan TB di Kota Mojokerto.

Dalam pelatihan yang melibatkan praktisi media, DPRD serta tim dari Bappeko Mojokerto diharapkan bisa menemukan formula yang efektif untuk pencegahan TB. Baik melalui program internal TB Care maupun melalui dukungan kebijakan pemerintah.

“Tujuan pelatihan ini, untuk meningkatkan pemahaman terkait advokasi dan strateginya. Agar tim peduli TB lebih memahami bagaimana cara melakukan pendampingan baik terhadap pasien TB maupun upaya membantu pemerintah dalam penanggulangan TB di Mojokerto,” pungkasnya. (wib)








DETAK VIDEOS
SPORT VIDEOS