MOJOPAHIT DALAM FESTIVAL MOJOTIRTO KOTA MOJOKERTO

Walikota Ika Puspitasari dan Wawali Ahmad Rizal Dalam Prosesi Ritual
 Festival Mojotirto Mojopahit, Wisata Bantaran Sungai Kotok Rejoto 
Kota Mojokerto, Senin 22 Maret 2021

Dalam rangka memperingati hari air se dunia, Pemerintah Kota Mojokerto Jawa Timur, menggelar Festival Mojotirto Mojopahit 2021 dengan protokol kesehatan ketat, Senin (22/3/2021) dikawasan wisata air sungai Kotok, disekitar Jembatan penghubung dua kelurahan yakni, Kelurahan Pulorejo dan Kelurahan Blooto atau disingkat Rejoto, Kota Mojokerto.

Dikatakan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, Festival Mojotirto Mojopahit adalah agenda tahunan Pemerintah Kota Mojokerto. Event yang berbasis seni dan budaya ini penyelenggaraannya dibarengkan dengan peringatan hari air sedunia, untuk lokasinya di kawasan air sungai Kotok Rejoto. “ Festival Mojotirto Mojopahit bagian dari embrio untuk pariwisata yang memang merupakan agenda besar dari Pemerintah Kota Mojokerto. Dimana dalam Perpres 80 tahun 2019, tentang percepatan pembangunan ekonomi kawasan Jawa Timur, khususnya untuk Kota Mojokerto. 

Dimana pariwisata yang berbasis seni dan budaya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam,” ungkap Ning Ita sapaan akrab Wali Kota Mojokerto. Lebih lanjut Ning Ita mengatakan, Festival Mojotirto Mojopahit ini, merupakan event tahunan yang akan menjadi agenda seni dan budaya di Kota Mojokerto. Sempat vakum di tahun 2020 disebabkan adanya pandemic covid 19, namun di tahun 2021 ini, dengan segala keterbatasan karena harus mengikuti protokol kesehatan. Peringatan Hari air sedunia dengan Festival Mojotirto Mojopahit, bisa kita laksanakan dengan lancar. “Dan hasilnya nanti dalam bentuk video akan kita publikasikan untuk bisa dinikmati oleh masyarakat.  Jadi momen ini memang tidak bisa disaksikan secara langsung oleh warga Kota Mojokerto, tapi kami akan menyajikan dalam bentuk video atau filmnya,” ungkap Ning Ita.

Walikota Ika Puspitasari (Ning Ita ) 
Wawali Ahmad Rizal (Cak Rizal )
Masih kata Ning Ita, perlu diketahui, salah satu bagian dari kawasan wisata bahari Majapahit, ada wisata dalam bentuk agro, yaitu petik jeruk. Saat ini, benih jeruk sudah ditanam sebagian, yang nanti akan secara berkelanjutan diselesaikan di lahan seluas 2,2 hektar milik BBWS. “Wisata yang berbasis sejarah dan budaya Mojopahit, grand desainnya teman-teman bisa melihat secara langsung. Disana akan ada taman budaya, tempat teater dengan kapasitas 1000 orang, museum Mojopahit,  pendopo agung , yang menarik, kapal Mojopahit. Yang di desain untuk foodcourt atau tempat jamuan dibantaran sungai. Ini mungkin belum ada dibeberapa daerah lainnya. Bisa menikmati kuliner Mojokerto di atas kapal Mojopahit. Kemudian ada juga, camping ground seluas 1 hektar. Jadi ketika ada perkemahan skala regional bisa dilaksanakan di kota Mojokerto dengan segala fasilitas termasuk outboundnya,” papar Ning Ita. ( Adv. / Wib )

 

DEWAN KEBUDAYAAN DAERAH KOTA MOJOKERTO DI KUKUHKAN

 

Walikota Ning Ita Kukuhkan DKD

Sebanyak 28 orang Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Kota Mojokerto periode 2021-2025, dikukuhkan oleh Walikota Mojokerto Jawa Timur Ika Puspitasari secara simbolis, di Rumah Rakyat, Jalan Hayam Wuruk Nomor 50 Kota Mojokerto. Dewan Kebudayaan Daerah dikukuhkan beriringan perayaan Tahun Baru Imlek yang tidak lepas dari adanya akulturasi budaya Tiongkok yang masuk ke Indonesia, seperti halnya di Kota Mojokerto. “Hal itu terbukti dengan adanya klenteng Hok Sian Kiong yang sudah ada sejak penjajahan colonial Hindia Belanda, bangunan tersebut sudah menjadi bukti bahwa  akulturasi dari budaya Tiongkok yang masuk ke Indonesia,” tutur Wali Kota Mojokerto  saat memberikan sambutan saat Pengukuhan DKD Kota Mojokerto. Sabtu malam, (13/2/2021).

Kepada DKD Kota Mojokerto yang baru saja dikukuhkan Ning Ita sapaan akrabnya berpesan, dengan Spirit Of Mojopahit sekaligus  mendukung visi Kota Mojokerto, yang berdaya saing, mandiri, demokratis, adil makmur, sejahtera dan bermartabat. “Saya berkomitmen penuh untuk peduli, dan untuk terus memajukan seni dan budaya daerah yang ada di Kota Kojokerto, hal ini saya buktikan didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2018-2023 salah satunya prioritasnya adalah  pembangunan sektor pariwisata yang berbasis sejarah dan budaya,” ungkapnya. Walikota Perempuan pertama ini menambahkan, keberadaan DKD sangatlah strategis sebagai mitra Pemda, sebagai konseptor dalam melaksanakan pembinaan dan juga pengembangan kebudayaan dengan meningkatkan sektor-sektor kebudayaan, yang lebih memperkuat pada kearifan lokal.

Tidak itu, Orang nomor satu di Kota Mojokerto itu menyebutkan, kebedaraan DKD juga sebagai pelaksana untuk pengembangan seni budaya melalui peningkatan aktifitas, serta peningkatan kualitas seni dan kebudayaan, juga apresiasi seni dan budaya bagi warga Kota Mojokerto. “Saya juga berharap dengan terbentuknya DKD ini bisa menjadi aspirasi, pokok-pokok pikiran antara Pemerintah dengan masyarakat yang peduli terhadap pemajuan kebudayaan,” tegasnya. Pengkuhan DKD yang  diselenggarakan oleh  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan  Kota Mojokerto itu, dihadiri Wakil Walikota Mojokerto Achmad Rizal Zakaria, Sekretaris Daerah Kota Mojokerto Harlistyati, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Sonny Basuki R, seluruh Camat dan Kepala Sekolah dan Guru di lingkungan Dikbud Kota Mojokerto. Turut serta menyambut Pengukuhan DKD ini, penampilan Tari dari siswa didik serta hiburan Wayang Potehi dari Museum Gubuk Wayang Kota Mojokerto. Ning Ita juga menerima cindera mata dari DKD Kota Mojokerto yang diserahkan oleh Ketua DKD Kota Mojokerto Gaguk Tri Prasetyo. (wib)

 

RSU SUMBER GLAGAH NGUNDUH MANTU

Pernikahan Iman Syaiful Rachman dan Amaliyatul Kholifah, Minggu 8 Desember 2019. Di Dusun Jlopo Desa Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang Jawa Timur.

Kedua pasangan pengantin menempuh hidup baru, setelah keduanya berpacaran satu tahun kurang.

Iman menemukan jodohnya, ditempat bekerja alias cinlok ( cinta lokasi ). Kedua pengantin sama sama berprofesi sebagai perawat.

Iman sebelumnya bekerja di RSU Gatoel Kota Mojokerto. Selanjutnya, pindah ke RSU Sumber Glagah Pacet Mojokerto. Untuk pdkt dengan sang pujaan hatinya, Amaliyatul Kholifah. Sementara sang pujaan hati Iman bekerja di RSU Sumber Glagah. Jarak tempuh yang jauh, tidak menyurutkan kedua anak manusia tersebut untuk mengadu kasih.

Iman Syaiful Rachman, pribadi yang menyenangkan. Baik hati dan suka memberi begitu kira-kira kata kata yang biasa diungkapkan oleh para remaja millineal saat ini.
Iman sendiri besar di Bekasi Jawa Barat, kemudian mengikuti orang tuanya ke Kediri Jawa Timur. Dia juga pernah indekos di Kedung Mulang II, Surodinawan Kota Mojokerto Jawa kurang lebih satu tahun. Tatkala masih bekerja di RSU Gatoel Kota Mojokerto.

Kini, Iman Syaiful Rachman menjadi kepala rumah tangga dan menjadi imam sebenarnya dalam keluarganya. Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah, diberikan keturunan Soleh Solehah. 
 
Selamat, buat Iman Syaiful Rachman dan Amaliyatul Kholifah dalam menempuh hidup baru nya. Sebagai mama dan papa buat anak anaknya nantinya. 

Belajar lah bersabar dan tabah dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Hidup di dunia tidak ada yang kekal. Karena yang kekal dan abadi itu hanya Alloh SWT. (*)






KEBHINEKAAN DALAM FESTIVAL 5000 LAYAH DAN DZIKIR KEBANGSAAN

Dalam rangka memperingati Maulid Baginda Nabi Muhammad SAW 1441 H / 2019, warga Kota Mojokerto Jawa Timur saat ini menggelar festival tumpengan dengan membawa layah atau cobek sebanyak 5000 tumpeng dan dzikir kebangsaan. Di lapangan Raden Wijaya Surodinawan Kota Mojokerto Jawa Timur. Jum'at (22/11).

Sebelum  do'a kebangsaan serta peringatan Maulid Nabi dilaksanakan, warga masyarakat Kota Mojokerto membawa  keliling atau arak arakan nasi kuning beserta isinya atau biasa disebut tumpeng dalam bahasa Jawa, sejauh satu kilometer.

Dalam acara arak arakan tumpeng Maulid Nabi tersebut, dikawal dengan kesenian tradisional masyarakat Kota Mojokerto Jawa Timur. Semua komponen warga masyarakat dari lintas agama ikut serta merayakan, demi kebhinekaan.

Tidak ketinggalan ikon pemuda dan pemudi Kota Mojokerto Jawa Timur yakni Gus dan Yuk, turut serta memeriahkan acara sakral gerebek maulid nabi Muhammad SAW itu.

Yang menarik lagi, tumpeng raksasa senantiasa menghiasi dalam gerebeg maulid nabi di Kota Mojokerto Jawa Timur ini. Dikarenakan onde onde makanan khas asal Kota Mojokerto Jawa Timur ini.

Semua instansi pemerintah kota Mojokerto serta Forpimda dan masyarakat Kota Mojokerto Jawa Timur ini, tumplek blek atau datang keseluruhan ke acara Maulid Nabi Festival 5000 Layah dan Doa Kebangsaan dilapangan Raden Wijaya Surodinawan Kota Mojokerto Jawa Timur ini.

Dalam Grebeg Maulid Nabi Muhammad SAW, Festival 5000 Layah dan Doa Kebangsaan dilapangan Raden Wijaya Surodinawan Kota Mojokerto Jawa Timur, dibuka oleh Wakil Walikota Mojokerto Jawa Timur Ahmad Rizal Zakaria.

Sholawat nabi menggema sejak pukul 06.00 WIB dilapangan Raden Wijaya Surodinawan Kota Mojokerto, meng Agung kan, atau bersuka cita akan kelahiran Nabi Agung Muhammad SAW, sebagai penerang dunia.

Sebelum acara maulid nabi dilaksanakan, warga Kota Mojokerto Jawa yang hadir di Maulid Nabi di Lapangan Raden Wijaya Surodinawan Kota Mojokerto, dihibur oleh kesenian Reog Ponorogo. Sebagai bentuk Kebinekhaan yang ada di Kota Mojokerto itu. (WIB)




Fragmen Gambuh Katresnan Citra Wulan di Kolam Segaran Trowulan Mojokerto


Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur menggelar Harmoni Budaya dengan mengangkat tema Gambuh Katresnan Citra Wulan. Fragmen yang berlangsung mulai pukul 19.00 WIB, tanggal 12 November 2019 tersebut bertempat dekat dengan area Kolam Segaran Trowulan Mojokerto.

‘’Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa mencanangkan program Jatim Harmoni, itu merupakan tema Nawa Bhakti Satya, ‘’ ujar Sinarto, S.Sn,MM, selaku Kadisbudpar Provinsi Jawa Timur.

Pagelaran Fragmen Gambuh Katresnan Citra Wulan tersebut didukung oleh 5 tampilan dari sejumlah perguruan tinggi, diantaranya adalah Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, ISI Surakarta, ISI Denpasar, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Nama Citra Wulan terasa lebih dekat Trowulan, namun terdapat pula kata Antawulan yang dikenal dalam kitab Pararaton sebagai pendharmaan raja Jayanagara (1309—1328): “Sira ta dhinarmeng kapopongan.bhiseka ring srenggapura, pratista ring Antawulan” (Padmapuspita 1966: 37).

Segaran atau Citra Wulan berdasarkan namanya adalah lokasi yang ideal untuk menikmati cahaya purnama, berarti tempat yang ideal untuk melakukan pemujaan kepada Dewa Chandra. Kekuatan dan keindahan Chandra terbayang di permukaan air kolam, bayangan bulan purnama pasti terpantul di permukaan air, artinya air kolam pada waktu itu dipenuhi oleh kekuatan keindahan sang Chandra.

Maka fungsi tidak langsung dari kolam Citra Wulan adalah (a) tempat pemujaan bagi Dewa Chandra, dan (b) tempat rekreasi penduduk kota Majapahit di kala bulan bersinar. Mengenai raja yang memerintahkan pembuatan kolam Citra Wulan sangat mungkin adalah Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1351—1389 M), setelah Mpu Prapanca selesai menggubah Nāgarakŗtāgamanya dalam tahun 1365, oleh karena itu kolam Citra Wulan tidak tercantum dalam uraian Nāgarakŗtāgama.

Hayam Wuruk memerintahkan pembangunan Citra Wulan tentunya mempunyai alasan tertentu, agaknya terdapat peristiwa yang sangat membekas dalam jiwanya dan ia ingin mengenang peristiwa tersebut dengan lebih baik dari konsepsi keagamaan.

Perlu diketahui bahwa peristiwa tersebut merupakan tragedi dalam sejarah Majapahit, ketika raja dan permaisuri Sunda yang mengiringi putrinya untuk menikah dengan Hayam Wuruk terbunuh di tanah lapang Bubat.

Hampir semua para bangsawan dan pengiring raja Sunda tewas dalam pertempuran dengan pasukan Majapahit di Bubat, sang putri pun yang menurut sumber-sumber Pantun Sunda bernama Dyah Pithaloka Citrarasmi bunuh diri mengikuti ayah-ibunya. Pernikahan agung pun batal, cinta Hayam Wuruk dan Dyah Citrarasmi diperabukan.

Demikian bahwa kolam Citra Wulan atau Segaran sebenarnya adalah bangunan untuk mengenang putri Sunda yang meninggal dalam tragedi Bubat. Pembangunannya dilakukan setelah 12 tahun peristiwa tersebut terjadi, jadi jika Pasunda-Bubat terjadi pada tahun 1357 M maka dua belas tahun kemudian adalah tahun 1369, tahun itulah dimulai pembuatan kolam Citra Wulan. Sudah barang tentu tidak tercantum dalam Nāgarakŗtāgama yang selesai disempurnakan oleh Mpu Prapanca tahun 1365 M. (*)

NAPAK TILAS KH.NAWAWI KE VIII

Almaghfirlah KH Nawawi Pejuang Kemerdekaan Syuhada'

Ribuan orang peserta mengikuti " Napak Tilas Pejuang Syuhada' Kemerdekaan KH. Nawawi dari Mojokerto dan Sidoarjo Jawa Timur, Sabtu (9/11) malam. 

Start napak tilas dimulai dari dusun Sumantoro desa Plumbungan Sukodono Sidoarjo finish di Ponpes Tarbiyah Tahfidhul Qur'an An-Nawawy di Kota Mojokerto. 

Peserta napak tilas yang dari Mojokerto diberangkatkan dari depan kantor Pemkot Mojokerto dengan kendaraan bis dan kendaraan pribadi lainnya.

Almaghfirlah KH Nawawi semasa hidupnya dalam memimpin perjuangan dikenal kebal senjata api atau tidak tembus peluru.

Beliau gugur dalam pertempuran setelah dikepung oleh Pasukan Belanda. Beliau dihujani dengan bayonet dan gugur. Ada empat luka tusukan bayonet tentara Belanda di leher beliau. Pertempuran di Dusun Sumantoro Desa Plumbungan Sukodono Sidoarjo Jawa Timur itulah, tempat gugurnya beliau dan didirikan monumen KH Nawawi pada tanggal 22 Agustus 1946 untuk mengenang jasa dan semangat beliau untuk generasi saat ini.

Selain itu untuk mengenang beliau. Namanya digunakan sebagai jalan di Kota Mojokerto Jawa Timur. Tepatnya di dekat pasar besar Tanjung Anyar Kota Mojokerto Jawa Timur.

Dalam sejarah perjuangannya Almaghfirlah KH Nawawi pernah menjabat sebagai komandan Laskar Sabilillah, resimen pejuang kemerdekaan akar rumput, yang sumbernya langsung dari pondok pesantren. Bersama dengan santri-santrinya, beliau menjadi most wantednya Belanda di area Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik, tempat laskar perjuangan itu dulu beroperasi.

Dari kisah riwayat perjuangan beliau yang di ceritakan cucunya, Almaghfirlah KH. Nawawi di acara napak tilas, sang  Kyai tak mempan peluru. Semuanya karena karomah Allah SWT kepada hamba yang dicintainya. Selebihnya, hanya Allah yang tahu.

Haul Kyai Nawawi diperingati setiap tahun. Serangkaian kegiatan untuk mengenang hari wafat dan perjuangannya beliau digelar secara rutin. Ada pengajian  umum, ziarah bersama Walikota, dan puncaknya adalah Napak Tilas sejauh 40 kilometer dari Sidoarjo-Mojokerto, mengenang perjalanan malam hari diusungnya jenazah Kyai Nawawi dri Sidoarjo ke Mojokerto. Almaghfirlah KH. Nawawi dimakamkan di TPU Dusun Mangunrejo Desa Sidoharjo Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto, yang lebih dikenal dengan Makam Panjang Losari.

Umat Islam Mojokerto, khususnya warga NU, harus banyak berterima kasih kepada beliau. Karena beliau adalah pendiri NU pertamakali di Mojokerto pada Tahun 1928.

Semasa hidupnya, beliau pernah berguru kepada Hadratus Syaikh (Tuan Guru Besar) Hasyim Asy’ari di pondok pesantren Tebuireng Jombang. Beliau juga pernah nyantri di Syaikhuna (Guru Kami) Kholil di Bangkalan, Madura yang juga banyak memiliki karomahnya. Mbah Kholil juga guru dari Mbah Hasyim dan guru dari banyak sekali ulama-ulama masyhur pimpinan pondok pesantren, waktu itu.

Riwayat-riwayat lain mengenai perjuangan kyai Nawawi bisa dicari di pondok pesantren Tarbiyah Tahfidhul Qur’an An-Nawawy Kota Mojokerto. Bisa juga melalui pondok pesantren Al Multazam pimpinan Gus Makin di desa Kepuhanyar, Kab Mojokerto. Atau lewat IKEBANA (Ikatan Keluarga Besar Bani Nawawi). (*/WIB)


Artikel ini diambil dari berbagai sumber.



ARKEOLOG TEMUKAN TEMBOK PENAHAN BANJIR DI MASA KERAJAAN MAJAPAHIT

Tim ekskavasi Situs Kumitir di Kecamatan Jatirejo, Mojokerto, mengukur dan meneliti pagar dinding penahan wilayah permukiman dan bangunan suci dari luapan banjir bandang di era Majapahit.

PROSES ekskavasi tahap pertama Situs Kumitir di Kecamatan Jatirejo, Mojokerto akhirnya tuntas hari ini, Rabu (30/10/2019). Hasilnya, bangunan yang terbentuk dari struktur batu bata kuno berdimensi 32 x18 x 6 cm tersebut disimpulkan sementara merupakan dinding pagar penahan (talud) kawasan permukiman dari ancaman banjir di era Majapahit.

Indikatornya, banyak material pasir, kerikil dan bebatuan yang menimbun struktur talud. Timbunan itu merupakan material dari Gunung Welirang, Anjasmoro dan Kelud yang terbawa arus banjir bandang melalui Sungai Brangkal.

“Gunung - gunug itu yang letaknya paling dekat dengan situs Kumitir. Nah, posisi situs Kumitir berada di dataran banjir Sungai Brangkal. Makanya, Majapahit membuat talud untuk menahan luapan air (banjir),” papar Ketua Tim Ekskavasi Situs Kumitir, Wicaksono Dwi Nugroho.

Struktur bangunan sendiri tersusun dari bata merah kuno yang masing-masing mempunyai dimensi 32 x18 x 6 cm. Ketebalan struktur mencapai 140 cm. Tinggi bangunan yang berhasil digali sekitar 120 cm.

Arkeolog BPCB Jatim itu menyebutkan, Talud yang membentang lurus dari arah selatan ke utara tersebut secara spesifik diperkirakan mengelilingi sebuah bangunan suci atau sebuah kawasan permukiman. Namun secara keseluruhan talud ini bagian dari dinding penahan (benteng) kawasan permukiman.

Karena pihaknya menduga masih terdapat struktur serupa di sisi utara, barat dan selatan. Sementara talud yang ditemukan saat ini ada di bagian timur.

“Akan kami rekonstruksi seberapa bentangan cagar budaya untuk kami lanjutkan ekskavasi tahun depan,” tegasnya.

Proses ekskavasi Situs Kumitir di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto melibatkan tim gabungan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (PCPM) Kemendikbud dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim. Ekskavasi dilakukan selama 10 hari pada 21-30 Oktober 2019.

“Hasil ekskavasi ini  akan kami laporkan ke Jakarta. Karena ini masuk kawasan cagar budaya nasional, sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,” tandasnya.(*)

RUWAT AGUNG NUSWANTARA BUDAYA MOJOKERTO

Wabup Mojokerto Pungkasiadi, Wawali Mojokerto Rizal Zakaria
dan Kadispora Pemkab Mojokerto Joko Widjayanto

Puncak kegiatan kalender wisata budaya di Kabupaten Mojokerto Jawa Timur di tutup dengan Kirab Ruwat Agung Bumi Nuswantara 1953 Saka tahun 2019, di Pendopo Agung Trowulan. Selasa 10 / 9.

Peserta kirab dari  18 kecamatan  di Kabupaten Mojokerto, terdiri dari para pelajar SMA, MA, Paskibraka, komunitas binaraga, komunitas Trawas Trashion Carnival.

Prosesi kirab dengan penyerahan pusaka Bendera Pataka Majapahit ( Bendera lambang Kerajaan Majapahit ) kepada Wabup Pungkasiadi.  Pusaka lainnya berupa, bendera gulo klopo atau saat ini pengejewantahan dari bendera sang saka merah putih diserahkan kepada Komandan Kodim 0815 Letkol Kav Hermawan Weharima. Tombak Samudra di percayakan kepada Kapolres Mojokerto AKBP Setyo Koes Hariyatno. Kemudian pusaka payung gringsing dipercayakan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono.

Agenda kalender wisata budaya sebelumnya festival Macapat, pengambilan tujuh sumber mata air (sapta tirta) untuk keperluan ruwat massal Sukerto.
Ruwat massal Sukerto sendiri dilaksanakan minggu pagi, 8 / 9. Dilanjutkan Mangesti Suro, dan pagelaran wayang kulit dengan lakon “Sesaji Rojo Suyo” oleh dalang Ki Purnawan.

Kegiatan wisata budaya ini, dihadiri  pejabat Pemkab setempat serta  Wakil Walikota Mojokerto Achmad Rizal Zakaria. ( end )

GEMULAI 1000 ORANG PENARI MAYANG RONTEK ASET BUDAYA INDONESIA


1000 Penari Mayang Rontek Dalam Banjaran Majapahit di Trowulan Mojokerto, Minggu 28/4



Banjaran Majapahit dalam budaya dan 1000 penari Mayang Rontek sebagai rangkaian Hari Jadi Kabupaten Mojokerto ke 726 yang jatuh tanggal 20 Mei 2019 bulan depan.

Gegap gempita suara para penari Mayang Rontek meski, kondisi tanah lapang di Trowulan Mojokerto dalam keadaan basah atau becek. Semangat para penari yang terdiri siswi SMP-SMA se Kabupaten Mojokerto tersebut, menjadikan suasana nampak harmoni.

“Pagelaran 1000 Penari Mayang Rontek” dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Mojokerto ke 726 tahun 2019, yang digelar Minggu pagi (28/4) di lapangan Desa Trowulan.

Selain disuguhkan 1000 penari Mayang Rontek, juga drama kolosal  Majapahit, yang disajikan dari 18 Kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Adegan drama kolosal Majapahit dari Kecamatan Jetis dengan judul Babat Tarik, Kecamatan Trowulan dengan Penobatan Raden Wijaya, Kecamatan Kemlagi dengan Tuntut Balas Pasukan Cina, Kecamatan Dlanggu dengan Tahta Jayanegara, Kecamatan Sooko dengan Persekongkolan Darma Putra, Kecamatan Trawas dengan Pemberontakan Rakuti, Kecamatan Jatirejo dengan Pelarian Jayanegara, Kecamatan Pungging dengan Pramita Bedander, Kecamatan Gondang dengan Siasat Ratanca, Kecamatan Puri dengan Penobatan Tribuana, Kecamatan Gedeg dengan Sumpah Palapa, Kecamatan Pacet dengan Nusantara Bersatu, Kecamatan Dawarblandong dengan Peristiwa Padjajaran, Kecamatan Mojosari dengan Pelarian Gajah Mada, Kecamatan Bangsal dengan Islam Masuk Majapahit, Kecamatan Mojoanyar dengan Brawijaya Paras, Kecamatan Kutorejo dengan Pelarian Brawijaya, dan Kecamatan Ngoro dengan Bangkitnya Majapahit.


Tampak, Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi,  Ketua DPRD Ismail Pribadi,  Sekdakab Herry Suwito, Danrem 082/CPYJ Kolonel Arm Ruly Candrayadi, Dandim 0815 Letkol Kav Hermawan Weharima, Wakil Walikota Mojokerto Ahmad Rizal Zakaria, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono, Kapolresta Mojokerto AKBP Sigit Dany Setiyono, serta unsur Forkopimda lainnya.

Wabup Pungkasiadi mengapresiasi kegiatan ini dan akan mengagendakan tiap tahun sebagai kalender wisata Kabupaten Mojokerto.

“Pemkab Mojokerto akan terus  mendukung dan hadir dalam kegiatan budaya serta memberikan sarana dan prasarana sebagai bentuk komitmen pelestarian warisan budaya. Semoga event ini makin besar dari tahun ke tahun, sehingga bisa masuk kategori culture tourism dalam kalender wisata nasional bahkan internasional,” kata wabup.

Djoko Widjayanto Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto dalam laporan sambutannya juga menegaskan acara ini digelar sebagai upaya menjaga dan melestarikan sejarah Majapahit. “Kegiatan ini kita maksudkan untuk menjaga tradisi dan sejarah Majapahit,” kata Djoko. ( end )


PERINGATAN MAULID NABI DENGAN LINTAS BUDAYA


Sekretaris Daerah Kota Mojokerto Harlistyati Di Dampingi Wakil Walikota terpilih, Ahmad Rizal serta Ketua Bhayangkari Polres Mojokerto Kota ibu, Dany Sigit. Rabu 21 Nopember 2018
Warga Kota Mojokerto Jawa Timur tampak antusias dalam memperingati hari lahirnya, Nabi besar Rosululloh Muhammad SAW 1440 H pada hari Rabu, 21 Nopember 2018 di lapangan Raden Wijaya Surodinawan Kota Mojokerto Jawa Timur.

Animo masyarakat Kota Mojokerto terhadap Maulid Nabi Muhammad SAW ini begitu unik di jaman now saat ini. Pasalnya, warga masyarakat serta seluruh elemen instansi pemerintah turut serta.
Sehingga oleh pemerintah daerah setempat, setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dijadikan ikon Kota Mojokerto Jawa Timur sebagai wisata Religius. Yang bertujuan untuk menghibur masyarakat Kota Mojokerto dan sekitarnya serta mengingat kembali kelahiran baginda Nabi Agung tersebut.
Berebut Makanan Onde-Onde
Acara ini tentu saja menarik warga masyarakat luar Kota Mojokerto untuk datang menyaksikan keramaian serta kemeriahan Maulid Nabi di Kota Mojokerto.
Oleh Pemkot Mojokerto kegiatan ini dinamakan Kenduri Lintas Budaya. Dalam meramaikan acara peringatan Maulid Nabi, bukan umat muslim saja yang ikut meramaikan. Namun seluruh umat yang ada di Kota Mojokerto ikut serta merayakan dan meramaikan.
Acara yang disajikan oleh Pemkot Mojokerto Jawa Timur tersebut dikemas dengan membawa 5000 buah cobek (red, Layah bahasa Jawa ) selain itu pula, ditampilkannya kesenian tradisional dari masing-masing peserta, seperti Reog Ponorogo, Barongsai, parade Pataka, Drum Band, Ikatan Gus dan Yuk Kota Mojokerto.
Kegiatan dimulai dari SMA Islam Brawijaya Jalan Raya Surodinawan menuju Lapangan Raden Wijaya Surodinawan, disambung dengan peserta dari OPD yang memakai batik rengkik.
Berjalan kaki sambil membawa tumpeng agung, gunungan onde-onde, tidak ketinggalan membawa asahan cobek ( layah ) berisi nasi kuning dan lauk untuk kenduri.
Kegiatan tersebut dibuka Sekretaris Daerah Kota Mojokerto Harlistyati, yang dilanjutkan membaca sholawat bersama-sama dan  kisah Nabi Muhammad dari  Diba’.
Acara ditutup dengan kenduri bersama, warga masyarakat juga memperebutkan gunungan onde-onde.

Kenduri Nasi Kuning
Inisiatif acara Maulid Nabi dengan Kenduri 5000 buah Layah (cobek) ini, Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus. Namun tahun ini, beliaunya tidak bisa mendampingi warga Kota Mojokerto untuk ikut meramaikan acara ini.
Sehingga acara Maulid Nabi dengan ikon Kenduri Lintas Budaya ini, hanya didampingi Sekretaris Daerah Harlistyati. Namun demikian tidak mengurangi kemeriahan acara tersebut.
Dapat dilaporkan, menukil pernyataan dari Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus, gagasan Maulid Nabi Muhammad digelar semeriah ini. Dan, seluruh peserta harus membawa cobek atau Layah. Dikarenakan di jaman now saat ini, kerukunan warga berkurang dan cenderung individu.
Pada jaman dahulu, dalam memperingati acara Maulid Nabi selalu menggunakan Layah atau cobek sebagai tempayan. Kemudian dibawa ke Mushola atau ke masjid untuk dimakan bersama-sama.
Kerukunan warga masyarakat dikala itu, menginspirasi Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus untuk mengajak warga masyarakatnya tetap guyup rukun dan , kalau bisa acara ini bisa dijadikan ikon Kota Mojokerto sebagai kalender wisata tetap. ( wib)  



MERAJUT LUPA HAUL MAKAM TROLOYO


Haul Syech Jumadil  Kubro Troloyo Mojokerto


Haul Syech Jumadil Kubro ke 643 di komplek makam Troloyo Dusun Sidodadi Desa Sentorejo Mojokerto Jawa Timur yang digelar Kamis, (27/9) menarik animo masyarakat setempat dan sekitarnya.

Setiap kali hari ulang tahun mbahnya para wali songo ini, senantiasa banyak dikunjungi warga dari berbagai daerah untuk ngalab berkah ( mencari barokahnya dari sang Wali tersebut).

Mengapa demikian? Dalam acara haul tersebut selalu dibumbui dengan berbagai acara menarik. Seperti kirab tumpeng dari hasil bumi warga setempat, juga diwarnai dengan karnaval.

Menariknya, kirab tumpeng yang diselingi dengan uri-uri budaya walisongo, serta tidak lupa pengibaran sang saka merah putih.

KOMPLEK MAKAM TROLOYO

Menurut cerita rakyat, Troloyo merupakan tempat peristirahatan bagi kaum niagawan muslim dalam rangka menyebarkan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya. Di hutan Troloyo tersebut kemudian dibuat petilasan untuk menandai peristiwa itu.

Tralaya berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal/tanah lapang tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan  pralaya berarti rusak/mati/kiamat. Kata setra dan pralaya disingkat menjadai ralaya.

Situs Troloyo terkenal sebagai tempat wisata religius semenjak masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur, saat mengadakan kunjungan ziarah ke tempat tersebut. Sejak saat itu, tempat ini banyak dikunjungi peziarah baik dari Trowulan maupun dari daerah lain, bahkan dari luar Jawa Timur.

Ketenaran Makam Troloyo ini juga disebabkan karena seringnya dikunjungi oleh para pejabat tinggi. Selain itu, pada hari-hari tertentu seperti malam Jumat Legi, haul Syekh Jumadil Qubro, dan Gerebeg Suro di tempat ini dilakukan upacara adat yang semakin menarik wisatawan untuk datang ke tempat ini.

Situs Troloyo merupakan salah satu bukti keberadaan komunitas muslim pada masa Majapahit. Situs ini terletak di Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Untuk mencapai situs ini dapat ditempuh dari perempatan Trowulan kearah selatan sejauh ± 2 km.

Dahulu komplek makam Troloyo berupa sebuah hutan, seperti hutan Pakis yang terletak lebih kurang 2 Km di sebelah selatannya. Peneliti pertama kali P.J. Veth, hasil penelitiannya diterbitkan dalam buku Java II yang diterbitkan dalam tahun 1878. Kemudian L.C.

Damais seorang sarjana berkebangsaan Perancis,hasil penelitiannya dibukukan dalam “Etudes Javanaises I. Les Tombes Musulmanes datees de Tralaya” yang dimuat dalam BEFEO (Bulletin de Ecole francaise D’extrement-Orient). Tome XLVII Fas. 2. 1957. Menurut Damais angka-angka tahun yang terdapat di komplek makam Troloyo yang tertua berasal dari abad XIV dan termuda berasal dari abad XVI.

Kepurbakalaan yang ada di Troloyo adalah berupa makam Islam kuna yang berasal dari masa Majapahit. Adanya makam kuna ini merupakan bukti adanya komunitas muslim di wilayah ibukota Majapahit. Adanya komunitas muslim ini disebutkan pula oleh Ma-Huan dalam bukunya Ying Yai - Sing Lan, yang ditulis pada tahun 1416 M.

Dalam buku The Malay Annals of Semarang and Cherbon yang diterjemahkan oleh HJE. de Graaf disebutkan bahwa utusan-utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad XV yang berada di Majapahit kebanyakan muslim. Sebelum sampai di Majapahit, muslim Cina yang bermahzab Hanafi membentuk masyarakat muslim di Kukang (Palembang), barulah kemudian mereka bermukim di tempat lain termasuk wilayah kerajaan Majapahit.

Pada masa pemerintahan Suhita (1429-1447 M), Haji Gen Eng Cu yang diberi gelar A Lu Ya (Arya) telah diangkat menjadi kepala pelabuhan di Tuban. Selain itu, duta besar Tiongkok bernama Haji Ma Jhong Fu ditempatkan di lingkungan kerajaan Majapahit. Dalam perkembangannya, terjadi perkawinan antara orang-orang Cina dengan orang-orang pribumi.

Adanya situs makam ini menarik perhatian para sarjana untuk meneliti, antara lain P.J. Veth, Verbeek, Knebel, Krom, dan L.C. Damais. Menurut L.C. Damais, Makam Troloyo meliputi kurun waktu antara 1368 - 1611 M.

 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hanya diketahui nama seorang yang dimakamkan di kompleks Makam Troloyo, yaitu Zainudin. Namun nisan dengan nama tersebut tidak lagi diketahui tempatnya, sedangkan nama-nama tokoh yang disebutkan di makam ini berasal dari kepercayaan masyarakat.

Kesimpulannya bahwa ketika Majapahit masih berdiri orang-orang Islam sudah diterima tinggal di sekitar ibu kota. Ada dua buah kelompok atau komplek pemakaman : sebuah komplek terletak di bagian depan yakni di bagian tenggara dan sebuah lagi di bagian belakang (barat laut). Komplek makam yang terletak di sebuah bagian depan berturut-turut sebagai berikut :
Makam yang dikenal dengan nama Pangeran Noto Suryo, nisan kakinya berangka tahun dalam huruf Jawa Kuno 1397 Saka (= 1457 M) ada tulisan arab dan lambang ‘surya Majapahit”.

Makam yang dikenal dengan nama Patih Noto Kusumo, berangka tahun 1349 Saka (1427 M) bertuliskan Arab yang tidak lengkap dan lambang surya.

Makam yang dikenal dengan sebutan Gajah Permodo angka tahunnya ada yang membaca 1377 Saka tapi ada yang membaca 1389 Saka, hampir sama dengan atasnya.
Makam yang dikenal dengan sebutan Naya Genggong, angka tahunnya sudah aus, pembacaan ada dua kemungkinan : tahun 1319 Saka atau tahun 1329 Saka serta terpahat tulisan Arab kutipan dari surah Ali Imran 182 (menurut Damais 1850).

Makam yang dikenal sebagai Sabdo palon, berangka tahun 1302 Saka dengan pahatan tulisan Arab kutipan surah Ali Imran ayat 18.

Makam yang dikenal dengan sebutan Emban Kinasih, batu nisan kakinya tidak berhias. Dahulu pada nisan kepala bagian luar menurut Damais berisi angka tahun 1298 Saka.

Makam yang dikenal dengan sebutan Polo Putro, nisannya polos tanpa hiasan. Menurut Damais pada nisan kepala dahulu terdapat angka tahun 1340 Saka pada bagian luar dan tulisan Arab yang diambil dari hadist Qudsi terpahat pada bagian dalamnya.

Sebagian dari nisan-nisan pada Kubur Pitu tersebut berbentuk Lengkung Kurawal yang tidak asing lagi bagi kesenian Hindu. Melihat kombinasi bentuk dan pahatan yang terdapat pada batu-batu nisan yang merupakan paduan antara unsur-unsur lama unsur-unsur pendatang (Islam) nampaknya adanya akultrasi kebudayaan antara Hindu dan Islam.

Sedangkan apabila diperhatikan adanya kekurangcermatan dalam penulisan kalimah-kalimah thoyyibah dapat diduga bahwa para pemahat batu nisan nampaknya masih pemula dalam mengenal Islam.

Dengan banyaknya peziarah yang datang ke kompleks makam ini mempunyai nilai positif bagi masyarakat sekitar situs. Dampak posistif itu dapat dilihat dari segi ekonomi, di mana pendapatan masyarakat sekitar menjadi bertambah.

Hal ini menjadi perhatian dari pemerintah daerah untuk membangun sarana dan prasarana yang ditujukan untuk menarik pengunjung. Namun demikian terdapat juga sisi negatifnya, yaitu pembangunan yang mengabaikan prinsip-prinsip pelestarian.Dari keadaan sekarang yang ada di situs Makam Troloyo diketahui bahwa sarana-sarana bangunan yang ada menyimpang dari penataan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 Pasal 27 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa

pemugaran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, pengerjaan, dan tata letak, serta nilai sejarahnya. Pengrusakan situs Troloyo dalam arti luas telah merubah bentuk secara keseluruhan, antara lain denah halaman makam, serta benda cagar budayanya itu sendiri. Denah halaman yang dimaksud adalah tambahan bangunan baru berbentuk lorong beratap, serta jirat dan nisan diganti bahan keramik baru warna putih sehingga sangat terlihat tidak asli. Perubahan tersebut jelas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian benda cagar budaya.

Kompleks makam Troloyo ada dua kelompok makam. Di bagian depan (tenggara) dan di bagian belakang (barat laut). Makam di bagian depan diantaranya: Kelompok makam petilasan Wali Sanga, Kemudian di sebelah barat daya dikenali dengan sebutan Syech Mulana Ibrahim, Syech Maulana Sekah dan Syech Abd, Kadir Jailani. Ada pula Syech Jumadil Kubro. Sedang di utara Masjid terdapat makam Syech Ngudung atau Sunan Ngudung. Kompleks makam di bagian belakang meliputi: Bangunan cungkup dengan dua makam yaitu Raden Ayu Anjasmara Kencanawungu, kemudian terdapat pula kelompok makam yang disebut Makam Tujuh atau Kubur Pitu yang dikenal sebagai Pangeran Noto Suryo, Patih Noto Kusumo, Gajah permodo, Naya Genggong, Sabdo palon, Emban Kinasih dan Polo Putro. (*)










PAWAI PEMBANGUNAN YANG MENAWAN WISATAWAN

Peserta Dari RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto


Ribuan orang dari berbagai daerah, memadati jalan Surodinawan, jalan Brawijaya, jogging track dan jalan Mayjend Sungkono Kota Mojokerto Jawa Timur. Orang-orang tersebut menyemut berebut tempat, guna menyaksikan pawai pembangunan kendaraan hias 2018, yang diselenggarakan oleh Pemkot Mojokerto Minggu, (2 /9).

Tidak biasanya acara yang mengundang massa itu di gelar pada siang hari. Biasanya, sore hari. Pawai pembangunan kendaraan hias tersebut diikuti 74 peserta, baik dari Kota Mojokerto sendiri maupun luar Kota Mojokerto.


Dalam pelaksanaanya, pawai pembangunan yang digelar Pemkot Mojokerto Jawa Timur tersebut dengan tema, Perjuangan, Majapahit Carnival dan Kota Mojokerto Service City.

Pemberangkatan pawai pembangunan kendaraan hias, diberangkatkan oleh Sekda Kota Mojokerto Harlistyati. Dikatakan oleh Sekda Kota Mojokerto itu, event ini menampilkan beragam kreasi, inovasi serta visualisasi dari beragam realita masyarakat sebagai tolak ukur, pembangunan Kota Mojokerto,”ujar ia dalam sambutanya.

Rute yang ditempuh peserta pawai sepanjang 7 Km, start di lapangan Raden Wijaya Surodinawan, Jalan Tribuana Tungga Dewi, jalan Brawijaya, dan finish di jalan Mayjend Sungkono.

Harapannya, setiap kali ada event para peserta lebih kreatif dan inovatif. Sehingga pawai ini bisa menarik animo wisatawan. Pasalnya, kegiatan ini masuk kalender wisata budaya Kota Mojokerto.       ( wib )

 
Harlistyati Sekda Kota Mojokerto

SENI OJUNG DESA SALEN YANG MASIH BERTAHAN HINGGA KINI

Kesenian Tradisional  Ujung Di Desa Salen Kecamatan Bangsal Mojokerto Jatim, Minggu ( 22 / 4 )
Dalam Rangka Ruwatan Desa



" Jangan pernah meninggalkan budaya adi luhung, bangsa yang kuat adalah mereka yang masih memegang teguh budayanya"


KESENIAN rakyat ojung ( ujung ) dimasyarakat Mojokerto Jawa Timur sudah mulai pudar. Kesenian rakyat ini melambangkan, bagaimana rakyat jaman dulu berani melawan kolonial VOC maupun Jepang serta sekutu.

Ditengah – tengah hiruk pikuknya perkembangan jaman teknologi, kesenian rakyat yang satu ini masih hidup disebuah desa pinggiran di Kabupaten Mojokerto. Kesenian ujung menggambarkan betapa gagahnya para pendekar, saling adu kekuatan tubuh.

Mereka saling pukul dengan rotan dengan diameter 0,7 mm dan panjang 1,5 meter. Rotan dikenal sebagai senjata pemukul tubuh yang digunakan oleh para kolonial VOC ketika memukuli para pejuang pribumi yang ingin bebas dari cengkeraman mereka.

Entah siapa yang mengenalkan tradisi ujung di masyarakat Jawa. Yang jelas kesenian tarung ujung ini, pada tahun 1970-1980 akrab di telinga masyarakat Jawa. Kesenian itu sekarang langka dan susah untuk menjumpainya kalau tidak satu tahun sekali.
 
Kades Perempuan Desa Salen Wiwik Nurhayati
Di dampingi Kemlandang Sri Waluyo Widodo
Di Desa Salen Kecamatan Bangsal Mojokerto Jawa Timur, kesenian ujung sudah bagian tradisi didesa mereka. Setiap kali acara ritual ruwat desa, kesenian ini selalu ada. Seperti kemarin, Minggu 22 April 2018. Masyarakat Desa Salen, menggelar ritual adat ruwatan desa.

Agar desa mereka mendapat barokah dari yang Alloh SWT, serta melestarikan kesenian budaya tradisional yang hampir punah.  

Suasana ramai sangat terasa di sepanjang jalan Desa Salen Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto. Di sisi kanan-kiri jalan desa selebar lima meter itu dipenuhi para penjual makanan. Di ujung jalan, terlihat banyak orang berkerumun sambil berteriak. Suara gendhing karawitan terdengar kencang dari kantor Desa Salen Bangsal Mojokerto.

Ratusan warga berkumpul mengelilingi sebuah panggung berukuran 5×5 meter. ”Ayo gepuk, ojo loyo (ayo pukul, jangan lemas, Red.),” teriak seorang bapak yang mengenakan udeng dari bawah panggung berteriak menyemangati dua orang yang bertarung di atas panggung.

Dari atas panggung tampak dua lelaki bertubuh kekar saling berhadapan, dengan tatapan tajam, keduanya siap bertarung. Setelah seorang kemlandang mengangkat tangan, keduanya saling melangkahkan kaki ke depan sambil mengangkat tangan yang memegang kayu rotan. Saat melangkah ke depan, keduanya berjoget mengikuti irama musik karawitan yang mengalun.

Salah seorang pemain pun memukul tepat mengenai punggung hingga mengeluarkan melepuh. Namun tidak terllihat rasa sakit. Kedua pemain saling tersenyum, bahkan sesekali tertawa sembari berjoget.

Setelah memukul, kini pemain tadi harus bersiap menangkis pukulan lawannya. Atraksi pukul memukul dilakukan secara bergantian. Kedua orang tersebut bukanlah akan bertinju, apalagi sedang melakukan atraksi pencak silat. Namun, keduanya sedang melakukan pertunjukkan seni ujung.

Dengan menggunakan kayu rotan, kedua lelaki tersebut saling memukul secara bergantian. Setelah terpukul ataupun memukul, kedua lelaki tersebut berjoget mengikuti irama lagu karawitan.



Selain kedua ”petarung” di atas panggung juga terdapat tiga lelaki sebagai pawang atau kemlandang. Salah satu dari kemlandang membawa bokor emas yang di dalamnya berisi beras kuning dan uang logam. Sedangkan dua lainnya melihat apakah terjadi pelanggaran atau tidak.

”Ayo beri semangat, tepuk tangannya,” ujar kemlandang kepada para penonton agar terus menyemangati para pemain sementara keduanya berjoget setelah saling memukul.

Kedua pria yang bertarung saling memukul lawannya secara bergantian. Meski, tubuh mereka melepuh akibat pukulan rotan. Namun semangat yang luar biasa, membuat rasa sakit tidak terasa. Itu menunjukkan kalau mereka lelaki dewasa. Yang harus tahan banting. Didalam menjalani kehidupan didunia yang penuh dengan liku-liku ini.

Setelah hampir tiga menit saling memukul, keduanya dipisahkan dan saling bersalaman tanpa adanya dendam. Saat di bawah panggung, tampak beberapa orang memberikan kulit pisang yang ditempelkan ke luka akibat terkena sabetan rotan. ”Ini gunanya untuk mempercepat sembuh luka,” ujar Akhmad, 34, salah seorang pemain. ”Pertama kena ya rasanya panas dan perih, tapi namanya juga kesenian, ya begini ini,”tambah Akhmad.

Setelah kedua pemain turun dari panggung, kedua pria lainnya kembali naik panggung. Kebanyakan para pemain adalah penonton pria. Bahkan diantara mereka ada pria yang sudah lanjut usia ataupun anak-anak. Tentu saja lawan mereka disesuaikan dengan umur.

”Kesenian ini bukanlah pertandingan, jadi tidak ada yang menang ataupun yang kalah,” ujar Sri Waluyo Widodo, pimpinan Paguyuban Seni Ujung Moyang Mulia yang juga putra dari kepala desa Soedarmo Wijoyo yang dikenal di desa tersebut sebagai pendekar pencak silat. Serta yang mempertahankan kesenian ujung tersebut tetap eksis hingga kini.

Menurutnya, kesenian ujung peninggalan para leluhur. Awalnya, kesenian peninggalan Majapahit ini merupakan suatu ritual yang bertujuan untuk meminta hujan pada Tuhan Yang Maha Esa. ”Tetapi karena perkembangan zaman, maka seni ujung dijadikan suatu kesenian yang perlu dilestarikan,” ujarnya sambil tersenyum.

Lebih lanjut, menurut Sri Waluyo Widodo, di dalam seni Ujung tidak ada unsur permusuhan ataupun unsur balas dendam. ”Seni ujung juga tidak ada yang kalah atau menang, ini hanya seni,” tambahnya.




Sekarang kesenian tradisional rakyat ujung ini sebagai perekat bangsa. Pemersatu pemuda desa dengan warga lainnya. Kita jaga NKRI sampai titik darah penghabisan,’’ tutur dia.

Meski saling memukul, kesenian ini juga memiliki peraturan. ”Daerah badan yang boleh di-bonggol (dipukul, Red) hanyalah bagian badan saja, sedangkan bagian kepala, leher dan bagian di bawah badan tidak boleh dipukul,” ujarnya.

Kedua pemain juga mendapatkan upah yang diberikan setelah permainan. Satu kali permainan biasanya tiap pemain akan diberikan honor sebesar Rp 10 ribu. ”Honor tersebut akan ditambah hingga Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu jika keduanya sama baiknya,” jelasnya.
Sebelum melakukan kesenian ini, biasanya dilakukan ritual yang bertujuan untuk keselamatan. ”Sebelum dilakukan acara ujung, selalu diadakan bancakan (syukuran, Red.). Proses ini biasanya seperti semacam tumpengan tapi ada sandingannya yaitu makanan yang diletakkan di sisi tumpeng seperti pisang, kelapa dan beras,” jelasnya.

Sandingan yang dimaksud memiliki arti di setiap makanan yang disajikan. ”Gedang (Pisang, Red) berarti Ndhang-ndhang, maksudnya agar keinginan yang diharapkan segera tercapai. Beras berarti uwos , maksudnya adalah menghilangkan rasa was was atau rasa takut. Sedangkan kelapa atau klopo artinya tidak terjadi apa-apa atau agar tidak ada sesuatu yang tidak diinginkan,” jelasnya.

Menurutnya, kesenian ujung saat ini memang terlupakan oleh generasi muda saat ini. ”Saat ini memang terlupakan, setahu saya hanya di Desa Salen yang ada paguyuban kesenian ujung,” katanya.

Paguyuban kesenian ujung yang dipimpinnya memang jarang melakukan pertunjukan. ”Dalam setahun paling hanya lima kali, itu juga kalau ada yang nanggap (menyewa, Red),” katanya.

Paguyuban yang dipimpin oleh Sri Waluyo Widodo memang paguyuban yang bertujuan untuk melestarikan kesenian ujung. Paguyuban bernama Moyang Wijaya ini sudah lama berdiri. ”Saya meneruskan tradisi ayah saya, sebelumnya yang mengurus paguyuban memang ayah saya,” katanya.

Kini, meski tanggapan sepi, tetapi paguyubannya memiliki anggota berjumlah 60 orang. ”Mereka selalu latihan di paguyuban secara rutin, latihannya seperti cara menangkis, membonggol (memukul, Red) yang benar,” katanya. ( wib ) 





DETAK VIDEOS
SPORT VIDEOS