GARA GARA MINTA UANG KETOK PALU APBD Rp. 230 juta, TIGA ORANG ANGGOTA DPRD TULUNGAGUNG JATIM DI COKOK KPK

Bulan Muharram Benar Benar Haram. Pimpinan DPRD TULUNGAGUNG Dijadikan TSK Uang Ketok Palu APBD Oleh KPK. Rabu 3 Agustus 2022. 

JAKARTA, Sejak tanggal 27 Juni 2022 penyidik KPK melakukan pemeriksaan di Mapolres Tulungagung Jawa Timur. Terkait kasus yang menerpa eks. Bupati Syahri Mulyo. Endingnya, penyidik KPK menemukan data baru dan tersangka baru dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung. 

Dari pointers press release KPK mengumumkan, penahanan tersangka dalam kasus ini. Dalam press release disampaikan bahwa, penyidik KPK mendapatkan berbagai informasi dan data serta keterangan maupun adanya fakta persidangan dalam perkara Terpidana Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung) dan Terpidana Supriyono (Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung) mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud. 

Selanjutnya, KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, sebagai berikut: 

AM (Adib Makarim) Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung. AG (Agus Budiarto) Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.  IK (Imam Kambali) Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.

Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada  Tsk AM untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 - 22 Agustus 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.  KPK mengimbau untuk 2 Tersangka lainya, yaitu AG dan IK, untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik.

KONSTRUKSI PERKARA

Diduga AM, AG dan IK yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus merangkap jabatan selaku Wakil Ketua Anggaran periode tahun 2014 s/d 2019. 

Sekitar September 2014, Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupateng Tulungagung bersama dengan AM, AG dan IK melakukan rapat pembahasan RAPBD TA 2015 dimana dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)  Pemerintah Kabupaten Tulungagung. 

Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM, AG dan IK kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD dan dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM, AG dan IM berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah “uang ketok palu”. 

Adapun nominal permintaan “uang ketok palu” yang diminta Supriyono, AM, AG dan IK tersebut diduga senilai Rp1 Miliar dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan pada  Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui. 

Selain uang ketok palu diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD. 

Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018. 

Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan Supriyono, AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, diantaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD. 

Para tersangka diduga masing-masing menerima “uang ketok palu” sejumlah sekitar Rp230 juta. 

Atas perbuatannya, para TSK disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KPK prihatin korupsi pengesahan anggaran yang dilakukan oleh para wakil rakyat yang seharusnya bekerja mengemban amanah untuk kesejahteraan rakyat. Namun justru menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri melalui praktik-praktik korupsi. 

Korupsi pada perencanaan dan pengesahan anggaran menjadi titik awal terjadinya siklus korupsi pada tahapan berikutnya, yakni pelaksanaan belanja barang dan jasa, serta tidak menutup kemungkinan membuka celah korupsi pada tahap pertanggungjawaban anggarannya sehingga menjadikan siklus korupsi anggaran terus berputar. 

KPK meminta, seluruh pejabat menyadari bahwa APBN dan APBD adalah hasil keringat rakyat. Sehingga harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Reporter: ovj

KPK PERIKSA SAKSI TINDAK PIDANA KORUPSI PEMBANGUNAN STADION MANDALA KRIDA YOGYAKARTA DI POLRESTA SIDOARJO JATIM HARI INI

Kasus TPK Pembangunan Stadion Krida Yogyakarta

Penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan kepada saksi Yulika Anggraini swasta di Polresta Sidoarjo Jawa Timur Jl. Raya Cemengkalang 12. Dalam dugaan kasus perkara tindak pidana korupsi pembangunan stadion Mandala Krida APBD Tahun Anggaran 2016-2017 di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk tsk.  Edy Wahyudi Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Yogyakarta.

Dalam kasus pembangunan stadion Mandala Krida Yogyakarta, negara dirugikan Rp. 31,7 Miliar. 

Dalam kasus ini, KPK telah menahan Dirut PT Permata Nirwana Nusantara, Heri Sukamto atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan Stadion Mandala Krida Yogyakarta.

“kami telah melakukan penahanan terhadap satu tersangka atas nama HS,” kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta kepada Detak Inspiratif. Ali mengatakan penahanan terhadap Heri Sukamto dilakukan 20 hari ke depan, yaitu dari 18 Juli hingga 16 Agustus 2022 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih KPK.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan tiga orang tersangka kasus korupsi pembangunan Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Ketiganya adalah Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Yogyakarta, Edy Wahyudi; Direktur Utama PT Arsigraphi, Sugiharto; dan Dirut PT Permata Nirwana Nusantara, Heri Sukamto.

“KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan, dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, di kantornya, Jakarta.

Alex mengatakan kasus bermula ketika Balai Pemuda dan Olahraga di Dinas Pendidikan Yogyakarta mengusulkan renovasi stadion pada 2012 dan disetujui.

Edy Wahyudi selaku pejabat pembuat komitmen di Balai Pemuda diduga menunjuk langsung Sugiharto untuk menyusun rencana renovasi, salah satunya dengan menetapkan nilai anggaran proyek.

Sugiharto menyusun anggaran yang dibutuhkan sebanyak Rp 135 miliar untuk masa 5 tahun. KPK menduga Sugiharto menggelembungkan harga tersebut. “Hal ini langsung disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dulu,” kata Alex.

Alex mengatakan khusus untuk 2016, disiapkan anggaran senilai Rp 41, 8 miliar dan di tahun 2017 disiapkan anggaran senilai Rp 45, 4 Miliar. Salah satu pekerjaan adalah proyek penggunaan dan pemasangan bahan penutup atap stadion yang diduga menggunakan merek dan perusahaan yang ditentukan sepihak oleh Edy Wahyudi.

Pada 2016, Dirut PT PNN Heri Sukamto dan PT DMI diduga bertemu dengan beberapa panitia lelang dan meminta agar untuk dimenangkan. Panitia lelang menyampaikan permintaan itu kepada Edy Wahyudi dan langsung disetujui, tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.

“Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan diduga beberapa pekerja tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI,” kata Alex.

Alex mengatakan perbuatan Edy Wahyudi itu telah melanggar ketentuan mengenai pengadaan barang jasa dan perubahannya. KPK menaksi akibat perbuatan para tersangka, negara rugi Rp 31,7 miliar.

Setelah pengumuman, KPK langsung menahan Edy Wahyudi dan Sugiharto untuk 20 hari pertama. Edy Wahyudi ditahan di Rumah Tahanan KPK kavling C1 Gedung ACLC, sedangkan Sugiharto ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. 

Reporter: OVJ




KPK TAHAN 10 ORANG DALAM DUGAAN KASUS SUAP DI KOTA YOGYAKARTA YANG MELIBATKAN MANTAN WALIKOTA HARYADI SUYUTI

Press release KPK Di Jakarta Dalam Dugaan Kasus Suap mantan Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti Periode 2017/2022.
JAKARTA, Eks. Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti menjabat periode 2012/2016 - 2017/2022, bersama 9 orang lainnya antara lain: NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta. HS (Hari Setyowacono), Kepala Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta. TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS. NH (Nurvita Herawati), staf pada Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta. MNF (Moh Nur Faiq), staf pada Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta. ON (Oon Nusihono), Vice President Real Estate PT SA Tbk (Summarecon Agung). DD (Dwi Dodik), Manager Perizinan PT SA Tbk. AK (Amita Kusumawaty), Head Of Finance PT SA Tbk. SW (Sentanu Wahyudi, tidak dibacakan), Direktur PT GS (Guyup Sengini) tertangkap tangan komisi pemberantas korupsi (KPK) Kamis 2 Juni 2022, diduga terlibat dalam kasus kepengurusan suap perijinan diwilayah Kota Yogyakarta. OTT KPK berlangsung pukul 12.00 WIB diwilayah Kota Yogyakarta dan Jakarta.

Dalam press releasenya juru bicara KPK Ali Fikri kepada Detak Inspiratif mengatakan. Kronologi OTT tim KPK di Yogyakarta dan Jakarta, ini bagian dari langkah lanjutan laporan masyarakat terkait, adanya dugaan penerimaan sejumlah uang untuk HS (Haryadi Suyuti), Walikota Yogyakarta periode 2017 s/d 2022 melalui TBY sebagai salah satu orang kepercayaannya yang diberikan oleh pihak PT SA Tbk (Summarecon Agung), Tim KPK bergegas dan bergerak untuk mengamankan pihak-pihak dimaksud.

"Kamis 2 Juni 2022 tim yang terbagi 2, langsung menuju ke lapangan dan mengamankan beberapa pihak yang diduga telah melakukan pemberian dan penerimaan sejumlah uang," kata plt. Jubir KPK Ali Fikri.

Lebih lanjut Ali Fikri mengatakan, dimana pemberian uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang asing tersebut dilakukan dirumah dinas Walikota Yogyakarta, diterima langsung oleh TBY sebagai orang kepercayaan HS yang diberikan oleh ON. Adapun beberapa pihak termasuk bukti sejumlah uang yang diamankan di wilayah Kota Yogyakarta diantaranya Hs, NWH, HS, TBY dan ON. Sedangkan diwilayah Jakarta, yang diaman kan beberapa staf dari PT SA Tbk," ungkap Ali Fikri.

" Kemudian pihak-pihak yang diamankan tersebut, dibawa ke Gedung Merah putih KPK di Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan,"Jelasnya.

Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumiah sekitar USD 27.258 ribu yang dikemas dalam tas goodiebag. Berdasarkan pengumpulan berbagai informasi dan data yang sebelumnya telah dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK melanjutkan ke tahap penyelidikan dan kemudian menemukan adanya bukti permulaan yang cukup untuk selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, sebagai pemberi, ON (Oon Nusihono), Vice President Real Estate PT SA Tbk (Summarecon Agung). Sebagai penerima HS (Haryadi Suyuti), Walikota Yogyakarta periode 2017 s/d 2022. NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta. TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Suyuti.

Konstruksi perkara, diduga sekitar tahun 2019, ON selaku Vice President Real Estate PT SA Tbk melalui Dandan Jaya K selaku Dirut PT J0P (ava Orient Property) dimana PT J0P adalah anak usaha dari PT SA Tbk, mengajukan permohonan IMB (zin mendirikan bangunan) mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada dikawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.

Proses permohonan izin kemudian berlanjut di tahun 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, ON dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan HS yang saat itu menjabat selaku Walikota Yogyakarta periode 2017 s/d 2022.

Diduga ada kesepakatan antara ON dan HS antara lain HS berkomitmen akan selalu "mengawal permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung. Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi diantaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

HS yang mengetahul ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan. Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui TBY dan juga untuk NWH.

Ditahun 2022, IMB pembangunan apartemern Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit dan pada kamis 2 Juni 2022, ON datang ke Yogyakarta untuk menemui HS dirumah dinas jabatan Walikota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258 ribu yang di kemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH. Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh Tim Penyidik.

Para Tersangka tersebut disangkakan : sebagal pemberi, ON disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a ataub atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,

Sebagai Penerima : HS, NWH, TBY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,

Agar proses penyidikan dapat efektif, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para Tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama dimulai sejak tanggal 3 Juni 2022 sampai dengan 22 Juni 2022, sbb: HS ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. NWH ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. TBY ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. ON ditahan di Rutan KPK pada Kavling Cl.(DI)



DETAK VIDEOS
SPORT VIDEOS