MKP: 40 % KETERANGAN SAKSI BOHONG

Baca Juga

7 Orang Saksi Dalam Persidangan Dugaan Kasus Gratifikasi dan TPPU, Mantan Bupati Mojokerto MKP. Kamis 3 Februari 2022.

SURABAYA, Dari Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya dilaporkan. Sidang lanjutan dalam dugaan kasus gratifikasi dan TPPU Mantan Bupati Mojokerto Jawa Timur, Tsk. Mustafa Kamal Pasa (MKP) kembali digelar diruang Cakra, Kamis Kliwon 3 Februari 2022.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya Marper Pandiangan. SH. MH ( Hakim ketua ), Poster Sitorus. SH. MH ( Hakim Anggota ), Manambus Pasaribu. SH. MH ( Hakim anggota ) dengan agenda keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU)  KPK.JPU KPK Arif Suhermanto, Budi Adi Prabowo.

Mendatangkan saksi Didik Chusnul Yakin Mantan Kepala Dinas Kesehatan sekarang Asisten Satu. Lutfi Ariyono mantan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya sekarang Kadis DPMPTSP. Joko Wijayanto Mantan Kadisporabudpar Kabupaten Mojokerto sekarang Pejabat Fungsional Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (PPUD), Bambang Wahyuadi mantan Kadis DPMPTSP, Kadispendukcapil dan sekarang di Sekretaris Dewan DPRD Kabupaten Mojokerto. Abdullah Mochtar Mantan Kadis DPMPTSP sekarang Kadis Koperasi dan UMKM. Budiono mantan Camat Kutorejo dan sudah pensiun jabatan terakhir Camat Dawar Blandong. Dan, H. Umar Farok alias Condro. Seorang kontraktor dan penasehat spiritual mr. MKP. 

Dalam kasus dugaan gratifikasi dan TPPU, MKP, Mustafa Kamal Pasa mantan Bupati Mojokerto Jawa Timur didakwa oleh JPU KPK telah menerima uang sejumlah Rp. 48.192.714.586,00 (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2018, sebagian hartanya dimasukkan oleh Terdakwa kedalam Keuangan CV Musika sebesar Rp.12.125.150.000,00 (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah).

Bahwa sejak Terdakwa menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp. 48.192.714.586,00 (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) atau sekitar jumlah itu, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, padahal penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.

Perbuatan Terdakwa menerima uang dan barang seluruhnya sebesar Rp. 48.192.714.586,00 (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas Terdakwa selaku Penyelenggara Negara yaitu sebagai Bupati Mojokerto periode tahun 2010-2015 dan periode tahun 2016-2021sebagaimana ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Pasal 76 ayat (1) Undang--Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana

DAN KEDUA, Pertama (Pasal 3 atau Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan TPPU)

Bahwa Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yaitu menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan, yaitu menempatkan uang sebesar Rp.12.125.150.000  (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah) kedalam Keuangan CV MUSIKA,

Dan membelanjakan atau membayarkan uang untuk pembelian jet ski sebanyak 8 (delapan) unit, mobil sebanyak 50 (lima puluh) unit, sepeda motor sebanyak 3 (tiga) unit, tanah dan bangunan sebanyak 80 (delapan puluh) bidang, dan barang lainnya berupa 1 (satu) unit mesin fotocopi multifungsi hitam putih merk Canon, serta menitipkan uang tunai sebesar Rp. 4.191.347.000,00 (empat miliar seratus sembilan puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah) di rumah orangtua Terdakwa, 

Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang yang ditempatkan Terdakwa kedalam keuangan CV MUSIKA dan yang dipergunakan Terdakwa untuk pembelanjaan atau pembayaran atas pembelian kendaraan mobil, sepeda motor, tanah dan bangunan, serta barang lainnya tersebut adalah hasil dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan Terdakwa sebagai Bupati Mojokerto, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan,

Yaitu dengan cara melakukan penempatan uang kedalam perusahaan CV MUSIKA, melakukan pembayaran atau pembelanjaan atas pembelian jet ski, mobil, sepeda motor, tanah dan bangunan, serta barang lain tersebut baik dilakukan sendiri maupun melalui orang lain yang diatasnamakan pihak lain serta menitipkan uang tunai milik Terdakwa, dalam jumlah besar dirumah orangtuanya seolah-olah kepunyaan orangtua Terdakwa, yang dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut:

Bahwa Terdakwa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010 sampai dengan 2015 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 131.35-620 Tahun 2010 tanggal 27 Agustus 2010 dan periode tahun 2016 sampai dengan 2021 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 131.35-388 Tahun 2016 tanggal 9 Februari 2016 tentang Pengangkatan Bupati Mojokerto Provinsi Jawa Timur,

Bahwa Terdakwa mendapatkan penghasilan setiap bulannya yang bersumber dari gaji, honor, dan insentif pajak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2018 dengan jumlah keseluruhan kurang lebih sebesar Rp. 7.100.238.998,73 (tujuh miliar seratus juta dua ratus tiga puluh delapan ribu sembilan ratus sembilan puluh delapan koma tujuh puluh tiga rupiah), yang mana Terdakwa secara formil tidak memiliki penghasilan lain yang sah di luar gaji.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN), Terdakwa tercatat memiliki harta kekayaan sebagai berikut:

- Laporan bulan Juli 2010, sebesar Rp. 3.581.592.292,00 (tiga miliar lima ratus delapan puluh satu juta lima ratus sembilan puluh dua ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah);

- Laporan bulan Oktober 2014, sebesar Rp. 5.481.952.125,00 (lima miliar empat ratus delapan puluh satu juta sembilan ratus lima puluh dua ribu seratus dua puluh lima rupiah);

- Laporan terakhir bulan Juli 2015, sebesar Rp.16.932.837.988,00 (enam belas miliar sembilan ratus tiga puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tujuh ribu sembilan ratus delapan puluh delapan rupiah).

Bahwa selama Terdakwa menjabat sebagai Bupati Mojokerto telah menerima uang dari pihak-pihak lain yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas Terdakwa selaku Bupati Mojokerto, sebagai berikut:

- Menerima uang sebesar Rp. 2.750.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dari OCKYANTO dan ONGGO WIJAYA, yang telah dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Surabaya nomor 10/Pid.Sus-TPK/2019/PT SBY Tanggal 18 Maret 2019 Juncto Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Sby tanggal 21 Januari 2019; dan

- Menerima uang sebesar Rp. 48.192.714.586,00 (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh enam rupiah).

Bahwa penerimaan uang sebesar Rp. 48.192.714.586,00 (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh enam rupiah) tersebut, yaitu:

Penerimaan uang sebesar Rp. 31.872.714.586 dari Pegawai Negeri Sipil pada lingkungan Pemerintah Kabupaten Mojokerto yang berasal dari uang pengurusan mutasi maupun promosi jabatan, pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Kabupaten Mojokerto, pemotongan dana perjalanan dinas, serta uang fee dari pengurusan perizinan, baik yang diterima Terdakwa baik secara langsung maupun melalui orang lain dan orang kepercayaan Terdakwa diantaranya NANO SANTOSO HUDIARTO alias NONO, H. MUCH FAROQ alias CONDRO, dan LUTHFI ARIF MUTTAQIN.

Penerimaan uang sebesar Rp.16.320.000.000 (enam belas miliar tiga ratus dua puluh juta rupiah) dari rekanan/pengusaha di Kabupaten Mojokerto.

Jalannya Persidangan: 

Saksi Didik Chusnul Yakin,  waktu menjabat Kadispora dimintai terdakwa setor uang senilai Rp. 100 jt, untuk menjabat Asisten III Rp. 200 jt dan untuk menjabat Kadinkes Rp. 100 jt. Selama menjabat Kadinkes setor fee proyek keterdakwa MKP selama 3 tahun, sebesar Rp. 8 Miliar sekian.

Pada tahun 2012, 2015, dan 2016 sebesar Rp1.815.000.000,00 (satu miliar delapan ratus lima belas juta rupiah) Terdakwa juga menerima uang dari DIDIK CHUSNUL YAKIN.

Saksi Budiono mantan Camat Kutorejo, telah menyetor uang Rp. 500 jt kepada sdr. Condro untuk disampaikan ke terdakwa MKP agar tidak sampai di non job kan. Ketika Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya yang memimpin sidang bertanya kepada saksi Budiono, "uang saudara banyak. Berapa penghasilan seorang PNS sampai bisa bayar begitu banyak," Tanya Marper Pandiangan. SH. MH ( Hakim ketua ).

Budiono menjawab, dirinya  menjual tanah dan hasil panen tebu. Dirinya menjalani itu karena takut untuk di nonjobkan, Yang Mulia. Saya merasa beban mental dan beban sosial manakala sampai di non jobkan,  kepada anak, isteri dan tetangga. Sehingga saya siap berkorban sampai menjual tanah dan hasil panen tebu untuk memenuhi permintaan dari sdr condro dan sdr. Nono orang kepercayaan  terdakwa MKP, Yang Mulia.

Pada tahun 2013, 2015, 2016 dan 2017 sebesar Rp. 730.000.000,00 (tujuh ratus tiga puluh juta rupiah) Terdakwa menerima uang dari BUDIONO.

Saksi Abdullah Mochtar, promosi dari Camat untuk menjabat Sekwan di mintai sdr. Nono orang kepercayaan terdakwa, sebesar Rp. 175 jt dan urunan dari OPD - OPD sekitar Rp. 140 jt diserahkan ke orang kepercayaan terdakwa di PT. Musika. Juga pernah menyerahkan uang ke Edy Ikhwanto anggota DPRD Kabupaten Mojokerto FPKB sebesar Rp. 100 jt. Pada tahun 2017, setor uang ke sdr. Condro sebesar 500 jt.  " Benar Yang Mulia, uang itu untuk siapa kenapa disampaikan ke sdr. Condro katanya atas perintah terdakwa, Yang Mulia.

tahun 2016 sampai dengan 2018 sebesar Rp1.155.000.000,00 (satu miliar seratus lima puluh lima juta rupiah) Terdakwa menerima uang dari ABDULLAH MUHTAR.

Saksi Bambang Wahyuadi, apa benar sdr. pernah di mintai uang untuk jabatan sdr. kepada terdakwa,  tidak pernah Yang Mulia. Padawaktu sdr menjabat kepala dinas perijinan pernah setor uang untuk terdakwa. MKP, pernah Yang Mulia, yaitu rutinan uang tiap jumat Rp. 20 juta selama menjabat kepala perijinan sampai Rp. 900 juta. Hingga  Februari 2017, sebagai Inspektur juga dimintai uang Rp. 215 juta untuk komsumsi BPK tahun 2016.

Pada tahun 2015 dan 2016 sebesar Rp1.205.000.000,00 (satu milyar dua ratus lima juta rupiah) Terdakwa menerima uang dari BAMBANG WAHYU ADI.

Saksi H. Umar Farok alias Condro.  Apa betul sdr pernah menerima uang dari beberapa pejabat Pemkab. Mojokerto, benar Yang Mulia. sdr sebagai apa bisa menerima uang dari penjabat Pemkab Mojokerto.  Saya diperintah terdakwa MKP untuk menerima uang tersebut dari siapa saja dari Budiono Camat Kutorejo, dari Abdullah Mochtar mantan Kadis DPMPTSP sekarang Kadis Koperasi dan UMKM.

Saksi Lutfi Ariyono. apakah betul sdr memerintahkan kepada rekanan atau pemborong untuk setor 15% untuk terdakwa MKP. Tidak benar Yang Mulia, karena saya bukan orang teknis. Terkait proyek dan untuk fee 15%, tidak pernah tahu.  Yang mengatur semua fee 15% adalah sdr Nono, atas perintah terdakwa MKP. Apa benar setor kepada terdakwa MKP pada th 2015 sebesar Rp. 500 jt dan pada th 2016 sebesar Rp. 1.050 Miliar di Pendopo Peringgitan Kabupaten Mojokerto, benar Yang Mulia. Saya waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas PU Cipta Karya, Yang Mulia.

Pada tahun 2016 terdakwa MKP menerima uang sebesar Rp.170.000.000,00 (seratus tujuh puluh juta rupiah) dari LUDFI ARIYONO.

Pada sekitar tahun 2013, Terdakwa membeli 1 (satu) unit mobil merek Nissan tipe Frontier 2.5L AT dengan No.Pol: S-8336-V jenis mobil barang model Double KBN pick up, warna putih dengan tahun pembuatan 2013, No. Rangka: MNTVCUD40Z0606183 dan Nomor Mesin YD25523219T senilai Rp.365.000.000,00 (tiga ratus enam puluh lima juta rupiah) yang diatasnamakan SUKARMADJI, kemudian pada tahun 2015 Terdakwa menghibahkannya kepada LUDFI ARIYONO.

Saksi Joko Wijayanto. apakah sdr pernah di minta untuk menyerahkan uang sewaktu akan menjabat.  Pernah Yang Mulia. Berapa kali sdr menyerahkan uang kepada sdr terdakwa, 3 kali Yang Mulia. Ketika menjabat Kabag Keuangan di Sekretariat DPRD Kabupaten Mojokerto sebesar Rp.180 juta ke Yuliana Kabid Mutasi di parkiran kantor Pemkab Mojokerto. Ketika menjabat Camat urunan, tahun 2014  total Rp 55 juta. Kordinator Camat Abdullah, pemberian uang untuk BPK Rp.15 juta. 

Pada tahun 2013 dan 2014 sebesar Rp. 235.000.000,00 (dua ratus tiga puluh lima juta rupiah) Terdakwa menerima uang dari DJOKO WIJAYANTO.

Ketika diminta untuk menanggapi keterangan para saksi, oleh Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya. Terdakwa MKP, atas keterangan ketujuh saksi.  Untuk keterangan saksi Budiono memang saya terima uang Rp. 500 juta dari Condro. Tapi, itu pemintaan Budiono yang ingin jadi Camat Dawar Blandong. Dan untuk menanggapi semua saksi, saya menganggap keterangan saksi 60% memang benar dan 40% itu berbohong, Yang Mulia. 

Dari dakwaan JPU KPK terhadap Terdakwa Mustofa Kamal Pasa menyebutkan, bahwa sebagian uang yang diterima Terdakwa MKP, dibuat untuk membiayai CV Musika sebesar Rp.12 miliar lebih dan beberapa bidang tanah yang dibeli MKP diatas namakan Fatimah, ibunda MKP

Dakwaan JPU KPK juga menyebut, Ika Puspitasari Wali Kota Mojokerto, dalam dakwaan JPU KPK terhadap Terdakwa Mustofa Kamal Pasa disebutkan, pada tahun 2017 Terdakwa Mustofa Kamal Pasa menerima iuran para Camat di Kabupaten Mojokeerto untuk mendukung pencalonan adiknya, Ika Puspitasari sebagai Walikota Mojokerto. Hal ini dikatan JPU KPK Arif Suhermanto kepada wartawan seusai persidangan. Bahwa, ibunda Terdakwa dan Ika Puspitasari sebagai adik terdakwa MKP dan termasuk nama-nama yang disebutkan maupun yang terlibat dalam kasus perkara ini akan dihadirkan sebagai saksi yang jumlahnya sebanyak 600 orang yang terdiri dari, 300 orang dalam perkara Gratifikasi dan 300 orang dalam perkara TPPU.

“Semua akan kita hadirkan. Baik Ibu dan adik Terdakwa. Ada sekitar 600 saksi dalam perkara ini. Kita siap menghadirkan semua saksi,” kata JPU KPK Arif Suhermanto. (DI)




DETAK VIDEOS
SPORT VIDEOS