KOALISI ORGANISASI PROFESI KESEHATAN SE MOJOKERTO RAYA TOLAK RUU OMNIBUS LAW KESEHATAN

Baca Juga

Tolak RUU OMNIBUS LAW Kesehatan Koalisi Organisasi Profesi Kesehatan se Mojokerto Raya, Senin  28 Nopember  2022.

MOJOKERTO,  Koalisi Organisasi Profesi  Kesehatan se Mojokerto Jawa Timur ramai -ramai tolak  RUU OMNIBUS LAW Kesehatan mulai dari Pusat hingga Daerah.  Kalau di Jakarta Senin 28 Nopember 2022, mereka melakukan aksi damai di gedung DPR RI Jakarta. Sementara di Mojokerto Jawa Timur mereka menggelar aksi dikantor Sekretariat IDI di Jalan Teratai Sooko Mojokerto.

Dalam pernyataan sikap nya, Koalisi Organisasi Profesi Bidang Kesehatan se Mojokerto Raya menyatakan, Menolak isi RUU Omnibus Law Kesehatan karena berpotensi besar merugikan kepentingan masyarakat dan bisa berdampak pada keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia. Menuntut dan mendesak agar RUU Omnibus Law Kesehatan dikeluarkan dari daftar prioritas Prolegnas. Dan,  mereka juga menyatakan RUU Omnibus Law Kesehatan bisa berdampak mengganggu keharmonisan koordinasi Organisasi Profesi dengan Pemerintah Daerah yang telah berjalan sangat harmonis dan saling bersinergi sejak lama. 

Mereka juga membuat tagar #TolakRuuOmnibuslawKesehatan# di Medsos mereka. Dikatakan, jubir  Koalisi Kesehatan Mojokerto Danel Bagus S. Sekaligus Ketua DPD PPNI Kota Mojokerto, Kelompok profesi Dokter, Perawat, Apoteker, Bidan dan Profesi Kesehatan lain (Nakesla), yang sudah mempunyai perundangan tersendiri saat ini, masih bagus dan bermantaat untuk masyarakat serta bagi bangsa dan negara Indonesia. Kelompok profesi kesehatan ini khas, unik dan spesifik sehingga perlu ditingkatkan dan jangan diringkas dan disamakan dalam bentuk Omnibus Law.

Pernyataan Sikap Koalisi Organisasi Profesi Kesehatan se Mojokerto Raya 

Lebih lanjut Danel mengatakan, Bahwa perbaikan sistem kesehatan di Indonesia harus dilakukan untuk kebaikan rakyat Indonesia agar mencapai derajat kesehatan yang tinggi, diantaranya melalui perubahan atau perbaikan UU di bidang kesehatan, dengan melalui proses yang benar dan melibatkan stakeholder yang terkait dengan kesehatan termasuk organisasi profesi kesehatan secara aktif sejak awal sampai akhir,"ungkap Ia. 

Sedang, Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Mahesa Pranadipa Maikel, MH, terdapat beberapa alasan yang membuat mereka menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Mahesa mengatakan, alasan pertama adalah lahirnya regulasi atau undang-undang harus mengikuti prosedur yang terjadi yaitu terbuka kepada masyarakat. "Pertama adalah proses terbitnya sebuah regulasi dalam hal ini Undang-undang. Harus mengikuti prosedur yang terjadi yaitu terbuka transparan kepada masyarakat," kata Mahesa saat ditemui dalam aksi tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di Senayan, Senin (28/11/2022).

Dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahesa dan sejumlah organisasi profesi kedokteran menilai proses yang dilakukan melalui program legislasi nasional (Prolegnas) terkesan sembunyi, tertutup dan terburu-buru. Selain itu, Mahesa menilai sikap pemerintah yang seolah tertutup membuat masyarakat tidak mengetahui apa agenda utama dalam pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.

Alasan kedua, kata Mahesa, karena organisasi profesi kedokteran melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan melalui RUU Kesehatan Omnibus Law. Menurut Mahesa, jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa kendali dan memperhatikan mutu maka akan menjadi ancaman terhadap seluruh rakyat. "Anda dan saya tidak ingin pelayanan kesehatan ke depan dilayani tidak bermutu. Karena taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan," papar Mahesa.

Alasan ketiga menurut Mahesa adalah soal penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR). Mahesa berpendapat, STR seluruh tenaga kesehatan itu harus diregistrasi di konsil masing-masing dan seharusnya dilakukan evaluasi setiap lima tahun sekali.

"Tetapi di dalam subtansi RUU kami membaca ada upaya untuk menjadikan STR ini berlaku seumur hidup. Bisa dibayangkan kalau tenaga kesehatan praktik tidak dievaluasi selama lima tahun, itu bagaimana mutunya," kata Mahesa. Menurut Mahesa evaluasi terhadap tenaga kesehatan untuk penerbitan STR bisa membahayakan masyarakat jika tidak diawasi.

Mahesa mengatakan, sebagai organisasi profesi kesehatan, IDI merasa bertanggung jawab mengawasi profesionalisme para anggotanya. "Oleh karena itu evaluasi harus ditegakkan secara terus-menerus. Tidak boleh seumur hidup, dan seluruh negara tidak ada izin. Tujuannya untuk keselamatan pasien dan rakyat," ucap Mahesa.

Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua IDI Mojokerto  dr. Lutfi Rakhman kepada Detak Inspiratif.Terkait, penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR). Manakala STR dibuat seumur hidup, dugaan disalah gunakan. "Yang paham Kompentensi anggota nya itu ya, IDI. profesi tenaga kesehatan itu harus diregistrasi seharusnya dilakukan evaluasi setiap lima tahun sekali. Sebagai antisipasi apakah anggota update dengan perkembangan keilmuan kedokteran," ungkap Ia. 

Perlu diketahui sebanyak 5 organisasi profesi kesehatan yaitu IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menggelar aksi damai di depan Gedung DPR Republik Indonesia, Senin (28/11/2022), menolak pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law. (DI) 











DETAK VIDEOS
SPORT VIDEOS