prajurit sahurun

Baca Juga

PRAJURIT TNI AD BATALYON PARA RAIDER 503 MAYANGKARA PERAIH MEDALI EMAS PON XIX JABAR

UNCLEOWOB.Com - Sersan Satu TNI AD Sahurun anggota Batalyon  Para Raider  503 Mayangkara, baru saja mengharumkan nama Jawa Timur dikancah Pekan Olah Raga Nasional (PON) XIX Jawa Barat 2016. Pria asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengaku, menembak merupakan bakat dan hobinya dari sejak kecil. Keseriusan dan ketekunan dalam mengasah skill membuat dirinya terus berkembang seperti saat ini. ’’Yang jelas ini memang hobi saya sejak kecil,’’ tutur  prajurit TNI AD Para Rider 503 Mayangkara, yang berdomisili di Mojosari Mojokerto ini.
Dikisahkan oleh Sahurun, bahwa dia tinggal disebuah kampung  yang letak geografisnya  di sekitar hutan, dan kebiasaan anak-anak di sana berburu burung.
Sepulang sekolah,  bermain ketepel untuk berburu burung bersama teman kecilnya dikampung. 
Dia baru sadar, kalau hobinya berburu burung dengan ketepel, membuat dirinya menjadi TNI AD dan mampu berprestasi ciamik. ‘’Hasilnya  ya sekarang ini mas, seperti yang sampean lihat. Meraih emas di PON XIX Jabar, ‘’tuturnya bangga namun tetap rendah hati.  ”Memang cukup berbeda saat membidik dengan ketepel dan senjata laras panjang. Seperti yang saya gunukan sekarang,’’ kisahnya.
Sebagai  seorang atlet , ada kesan sendiri dalam membidik sasaran. Dia, harus disiplin serta mentaati aturan perlombaan dan hasil bidikan pun dinilai. Sehingga, di setiap kejuaraan yang diikutinya, dirinya  harus konsentrasi dan serius.
’’Sekarang, sedang mempersiapkan diri ke Vietnam untuk kejuaran serupa.  Tanggal 4 November 2016 nanti berangkat,’’ungkap bapak empat anak itu. Putra pasangan Nawe dan Kemin itu mengaku tidak mudah menjadi atlet menembak.
Selain butuh ketekunan, juga harus aktif melatih fisik, mengendalikan emosional untuk tetap fokus dan tenang. Bahkan, dalam melatih kecakapan, tak jarang dirinya meneteskan air mata. Sebab, tekanan dan arahan pelatih benar-benar dirasa  cukup berat.Bahkan, sempat putus asa.  Meski, akhirnya berbuah manis, kata orang sengsara membara nikmat. Selain menu latihan yang cukup berat, antara senjata dan peluru yang dipakai tidak seimbang. ’’Ketika berlatih di Surabaya, saya dituntut untuk maksimal. Tapi, laras panjang dan peluru yang digunakan tidak sinkron. Karena ada tekanan batin akhirnya saya menangis,’’ kisah, pria kelahiran 1 Januari 1977 tersebut sambil tertawa menunduk malu.

Dia menambahkan, ada banyak tantangan yang dihadapi. Mulai berlatih bidik kering, tidak menggunakan peluru, hingga menggunakan biji jagung sebagai peluru. Sementara di sisi lain kesehatan juga harus tetap dijaga. Apalagi tim pelatih lebih sering memberikan porsi latihan pada malam hari. ’’Prinsipnya hanya satu, harus kuat, bertahan dan berhasil,’’ pungkasnya. ( end)


DETAK VIDEOS
SPORT VIDEOS